Wednesday 20 March 2013

Fisrt Semester View - Psikologi Pendidikan

Psikologi Pendidikan
   Next Bellow  See

Study Alqur'an
  Next here

Tasawuf & Tarikat
  Next here

Filsafat Pendidikan
 Next here

Filsafat Hukum Islam
 Next here

Sejarah Pemikiran Islam
 Next here

Pengertian Hadist

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an. Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.

Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi Hadits Mutawatir Hadits Ahad Hadits Shahih Hadits Hasan Hadits Dha'if Menurut Macam Periwayatannya Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu' atau Maushul) Hadits yang terputus sanadnya Hadits Mu'allaq Hadits Mursal Hadits Mudallas Hadits Munqathi Hadits Mu'dhol Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi Hadits Maudhu' Hadits Matruk Hadits Mungkar Hadits Mu'allal Hadits Mudhthorib Hadits Maqlub Hadits Munqalib Hadits Mudraj Hadits Syadz Beberapa pengertian dalam ilmu hadits Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer

Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya Perawi Hadits Mutawatir Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir:

1.Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.

2.Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy.

3.Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama. Hadits Ahad Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if.

Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu: a.Hadits Shahih Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :

1. Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.

2. Harus bersambung sanadnya

 3. Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.

4. Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)

5. Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)

6. Tidak cacat walaupun tersembunyi.

 b.Hadits Hasan Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.

 c. Hadits Dha'if Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat. Menurut Macam Periwayatannya Hadits yang bersambung sanadnya Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW.

Hadits ini disebut hadits Marfu' atau Maushul. Hadits yang terputus sanadnya Hadits Mu'allaq Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.

Hadits Mudallas Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya. Hadits Munqathi Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi selain sahabat dan tabi'in.

Hadits Mu'dhol Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'it dan tabi'in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi'in yang menjadi sanadnya. Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut di atas adalah termasuk hadits-hadits dha'if. Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi Hadits Maudhu' Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits. Hadits Matruk Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta. Hadits Mungkar Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur. Hadits Mu'allal Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat). Hadits Mudhthorib Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan. Hadits Maqlub Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi). Hadits Munqalib Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah. Hadits Mudraj Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya. Hadits Syadz Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz. Beberapa pengertian (istilah) dalam ilmu hadits Muttafaq 'Alaih Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari - Muslim. As Sab'ah As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaitu: 1. Imam Ahmad 2. Imam Bukhari 3. Imam Muslim 4. Imam Abu Daud 5. Imam Tirmidzi 6. Imam Nasa'i 7. Imam Ibnu Majah As Sittah Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal. Al Khamsah Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam Muslim. Al Arba'ah Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim. Ats tsalatsah Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah. Perawi Yaitu orang yang meriwayatkan hadits. Sanad Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu adalah perawi juga. Matan Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya. Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer 1. Shahih Bukhari 2. Shahih Muslim 3. Riyadhus Shalihin Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/hadits

Makalah Pengertian Al-Qur'an

Pengertian Al-Qur’an 

1. Pengertian Al-Qur’an Menurut Bahasa. Menurut bahasa kata “Quran” adalah bentuk masdar atau kata benda yang berasal dari kata kerja “Qara’a-Yaqra’u-Qira’atan-Qura’atan. Yang berarti “bacaan atau yang dibaca”. Bacaan yang dimaksud mengandung pengertian khusus, karena berkaitan dengan wahyu Allah, sehingga memiliki makna, arti dan fungsi yang berbeda dengan bacaan-bacaan lainnya. Pengertian secara bahasa tersebut yang akhirnya dipaki kata “Qur’an” sebagai nama “Al-Qur’an sampai sekarang. Dengan nama itu pulalah Al-Qur’an menjadi bahan bacaan bagi umat Islam, karena dengan membaca Allah menilainya sebagai ibaddah dan memperoleh berbagai kebaikan baik di dunia maupun akhirat. Kata ”Qur’an” yang berarti bacaan disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain QS. Al Qiyamah : 17 dan 18. Artinya : “sesungguhnya mengumpulkan Al Quran ( di dalam dadamu ) dan ( menetapkan) bacaanya ( pada lidahmu ) dan itu adalah tanggungan Kami. ( karena itu ) jika Kami telah membacakannya hendaklah kamu ikut bacaannya.” (QS. Al Qiyamah) 

2. pengertian Al-Quran Menurut Istilah Ada beberapa pengertian Al-Qur’an menurut istilah antara lain : v Al-Qur’an adalah wahyu Allah atau kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan perantara Malaikat Jibril secara berangsur-anngsur sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. v Al-Qur’an adalah : Artinya : “Al-Qur’an adalah firman Allah SWT. Yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang membacanya sebagai ibadah (mendapat pahala)."(Jumhur Musaffasirin). Beberapa pengertian tersebut pada dasarnya saling melengkapi, dan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud 

Al-Qur’an secara istilah adalah wahyu Allah yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW.Yang diturunkan secara berangsur-angsur dengan perantara Malaikat Jibril, sebagai pedoman hidup bagi umatnya serta membacanya dinilai ibadah. Nama-Nama Lain Al-Qur’an Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak nama-nama Al-Qur’an yaitu : 

1. Al-Qur’an Nama yang paling populer adalah Al-Qur’an itu sendiri, Allah menyebutkannya 58 kali.Penyebutan berulang-ulang itu menjadi peringatan bagi manusia agar dapat memfungsikan Al-Qur’an sebagai bacaan agar mendapatkan petunjuk dalam hidup (QS2: 185).

 2. Al-Kitab Artinya, wahyu yang tertulis. Menurut Syaikh Abdullah ad Diros, penamaan dengan Al-Kitab menunjukkan bahwa Al-Qur’an tertulis dalam mushaf dan hendaknya melekat didalam hati. Rasulullah bersabda: “Orang yang di dalam hatinya tidak ada sedikitpun Al-Qur’an, bagaikan rumah yang rusak” (al-Hadist) 

3. Al-Huda Artinya, petunjuk (QS 2:2). Sebagai petunjuk (al-Huda) merupakan fungsi utama dari diturunkannya Al-Qur’an (QS 2:185). Kita tidak dapat menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk jika kita tidak membaca dan memahaminya, mengamalkannyadengan baik. 

4. Rahmah Berarti rahmat, terutama bagi orang-orang yang beriman (QS 17:82). 

5. Nur Berarti cahaya penerang. Konsekuensi dari pemahaman ini adalah dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai cahaya yang menerangi jalan hidup kita (QS 5:15-16). Kita melihat tuntunan al-Qur’an, kemudian melangkah dengan tuntunan itu. 

6. Ruh Berarti ruh sebagai penggerak (QS 16:2). Ruh menggerakkan jasad manusia. Dengannama ini Allah SWT ingin agar Al-Qur’an dapat menggerakkan langkah dan kiprah manusia. Terutama perannya untuk memberikan peringatan kepada seluruh manusia bahwa tidak ada Ilah selain Allah. 

7. Syifa’ Berarti obat (QS 10:57). Al-Qur’an merupakan obat penyakit hati dari kejahiliyahan, kemusyrikan, kekafiran dan kemunafikan. 

8. Al-Haq Berarti kebenaran (QS 2:147). 

9. Bayan Berarti penjelasan atau penerangan (QS 3:138; 2:185). 

10. Mauizhoh Berarti pelajaran dan nasehat (QS 3:138). 

11. Dzikr Berarti yang mengingatkan (QS 15:9).

 12. Naba’ Berarti berita (QS 16:89). Di dalam Al-Qur’an memuat berita-berita umat terdahulu dan umat yang akan datang. Cara Turunnya Al-Qur’an. Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacammacam cara dan keadaan. di antaranya: 

1. Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalamhal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: "Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku", (lihat surah (42) Asy Syuura ayat (51). 2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu. 3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: "Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa". 4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur'an surah (53) An Najm ayat 13 dan 14. Artiny: Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika ia berada di Sidratulmuntaha. Hukum-Hukum Yang Terdapat Dalam Al-Qur’an. Allah ta’ala menurunkan Al Qur’an yang didalamnya terdapat berbagai macam hukum dan aturan. Setelah melalui penelitian dan penelaahan yang panjang dan mendalam, para ulama membagi macam-maca hukum yang terdapa dalam Al Qur’an menjadi 3 bagian. 1. Hukum-Hukum I’tiqodiyyah Hukum-hukum I’tiqodiyyah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah aqidah atau keyakinan seperti keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, dan hari akhir 2. Hukum Akhlaq dan Perilaku Hukum-hukum ini adalah hukum yang berkaitan dengan metode penggemblengan dan pembersihan jiwa, seperti hukum-hukum yang membahas amalan hati, akhlaq mulia contohnya rasa takut, cinta, harap, jujur, syukur, berbakti kepada orang tua, silaturahmi, sabar, memaafkan sesame, mendamaikan pihak yang berselisih, tidak menganggu orang lain, menepati janji, dan yang lainnya. 3. Hukum-Hukum Amaliah Hukum ini adalah hukum yang pembahasannya berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang baligh dan berakal). Dan hukum ini dibagi menjadi 2 jenis. a. Hukum Ibadah yaitu hukum yang membahas segala sesuatu yang menghubungkan antara manusia dan Tuhannya semisal hukum sholat, zakat, puasa, haji. Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili Hafidzhahullahu ta’ala mengatakan ibadah adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan tujuan utama mengharapkan pahala dari Allah ta’ala b. Hukum Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut segala sesuatu selain ibadah, dan yang dimaksud muamalah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan pengaturan hubungan antara individu dan kelompok. Seperti hukum pidana, jual beli, nikah, talak, politik islam. Dikatakan juga oleh Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili Hafidzhahullahu ta’ala bahwa muamalah adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mendapatkan perkara dunia Penamaan hal tersebut dengan muamalah oleh para ulama tidak berarti bahwa didalamnya tidak terkandung makna ibadah, bahkan jika perbuatan-perbuatan diatas dilakukan sesuai dengan aturan islam dan diniatkan dengan niat yang benar maka perkara tersebut juga merupakan ibadah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu, Ibadah adalah sebuah nama yang didalamnya tercakup seluruh perkara yang Allah cintai dan ridhoi. Dalalah Al-Qur’an Yang dimaksud dengan dalalah dalam konteks pemahaman makna atau pengertian dari nash ialah petunjuk yang dapat dijadikan pegangan untuk membawa kepada pengertian yang dikehendaki. Dengan kata lain, dalalah berkaitan dengan bagaimana pengertian atau makna yang ditunjukkan oleh nash dapat dipahami. Dalam kajian ushul fiqh, untuk dapat memahami nash apakah pengertian yang ditunjukkan oleh unsur-unsur lafalnya itu jelas, pasti atau tidak. Para ulama’ ushul menggunakan pendekatan apa yang dikenal dengan istilah qath’iy dan dhany. 1. Dalil Qath’iy, yaitu dalil yang meyakinkan datangnya dari syara’. Dalam hal ini para ulama’ berbeda pendapat, yaitu:  Jumhur ulama’ berpendapat bahwa yang termasuk dalil qathiy adalah 1). Al-Qur’an 2). Hadits mutawatir.  Sebagian kelompok Hanafi berpendapat bahwa dalil qath’iy adalah 1). Al-Qur’an 2). Hadits mutawatir 3). Hadits ahad. Tentang qath’iy dan hubungannya dengan nash, maka ulama’ ushul membaginya menjadi dua macam yaitu, Pertama disebut qath’iy al wurud yakni nash-nash yang sampai kepada kita adalah sudah pasti tidak dapat diragukan lagi karena diterima secara mutawatir. Kedua adalah qath’iy al dalalah yakni nash-nash yang lafalnya menunjukkan pengertian yang pasti dan jelas. 

2. Dalil Zanny adalah nash–nash yang tidak jelas dan tegas. Dengan kata lain, nash–nash yang akan dijadikan dalil itu, kepastiannya tidak sampai ketingkat qath’iy. 

Para ulama ushul membagi zanny menjadi 2 macam, yaitu: pertama, zanny al wurud adalah nash–nash yang masih diperdebatkan tentang keberadaannya, karena tidak dinukil secara mutawatir. Kedua, zanny al dalalah yaitu nash yang pengertiannya tidak tegas yang masih mungkin untuk ditakwilkan atau mengandung pengertian lain dari arti literalnya.

 Pada umumnya nash–nash Al–Qur’an yang dikategorikan kepada qath’iy al dalalah ini adalah lafal dan susunan kata–katanya menyebutkan angka, jumlah, atau bilangan tertentu secara sifat atau nama dan jenis. Contoh: Artinya : “ Dan bagi kamu (suami) mendapat ½ harta yang di tinggalkan oleh istri–istri kamu, jika mereka tidak mempunyai anak.” (QS. An–Nisa’: 12) Ayat ini berbicara tentang pembagian harta pusaka atau warisan yang dalalahnya qath’iy, jelas dan tegas, karena terdapat kata yang tidak ada pengertian lain kecuali menunjukkan kepada maksud yang dikehendaki oleh kata itu sendiri yaitu jumlah tertentu. Kemudian, nash Al–Qur’an disamping ada yang qath’iy al–dalalah juga ada yang zanny al–dalalah. Contoh ; Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'…..” (QS. Al-Baqarah: 228) Yang menjadi persoaalan dalam ayat ini adalah lafal quru’ itu sndiri. Yang mempunyai arti lebih dri satu, kadang – kadang dalam bahasa arab di artikan dengan suci, dan kadang – kadang di artikan dengan haid.